BURUH SEBAGAI KEKUATAN POLITIK

0 komentar

oleh: Nurul Ghazy

Pendahuluan
Membicarakan buruh sebagai kekuatan politik, tidak akan bisa terlepas dari apa yang telah dipikrkan oleh Karl Marx, yaitu perjuangan kaum proletariat (buruh) menuju revolusi untuk menghancurkan kapitalisme. Marx adalah orang pertama yang menyatakan bahwa kelas buruhlah yang harus menjadi subjek dari revolusi untuk mengubah tatanan dunia menuju sosialisme. Kenapa?, karena menurutnya kelas buruh merupakan kelas yang paling menderita dalam tahap kapitalisme. Buruh mengalami alienasi, akibat dari sistem kapitalisme yang hanya menguntungkan bagi para pemilik modal, dan sangat merugikan kelas pekerja.
Tetapi, tesis Marx tak sepenuhnya benar, karena pada saat ini, di mana kapitalisme masih menjadi ideologi utama yang dianut oleh kebanyakan negara, para buruh tidak lagi menjadi kekuatan yang menakutkan bagi para kapital, karena selain buruh malah merupakan bagian dari kekuasaan yang melanggengkan kapitalisme itu sendiri, seperti yang terjadi di Inggris saat ini.

Agama Sikh

0 komentar


Sejarah dan Latar Belakang

Pada abad ke-15 di India muncul suatu gerakan reformasi yang memprotes norma-norma ritual dalam agama dan takhayul pada masa itu. Gerakan ini lebih berintikan suatu etika pribadi dari pada suatu agama. Bukan pada bentuk dan tempat sembahyang. Semuanya tidak berarti tanpa dapat diimplementasikan dalam bentuk etika dan perbuatan pribadi. Gerakan reformasi tersebut pada waktu itu belum mempunyai pemimpin yang dapat dijadikan penuntun. Setelah lahir Guru Nanak, beliau memperlihatkan suatu bakat untuk memimpin gerakan yang baru ini, yang kemudian menjadi penemu ajaran nilai- nilai baru yang pada akhirnya dikenal menjadi titik sejarah berdirinya agama Sikh.

ISLAMISME DI TIMUR TENGAH DAN INDONESIA

2 komentar

Resume buku Jejak Kafilah karya Greg Fealy & Anthony Bubalo

Pengantar
Muslim Indonesia, sebagaimana yang luas dikenal baik oleh kalangan Barat atau muslim di luar wilayah ini, merupakan penganut Islam yang memiliki corak berbeda dengan sebagian besar muslim yang hidup di pusat Islam (Timur Tengah). Muslim Indonesia terkenal lebih ramah, toleran, dan moderat dibanding dengan muslim di wilayah lainnya. Hal ini kemungkinan besar terjadi karena, bagi masyarakat Indonesia, Islam bukanlah semata-mata agama dan satuan nilai komprehensif tentang kehidupan yang dibawa dari Timur Tengah yang lalu begitu saja dipraktekan di Indonesia, bagi mereka, Islam, bagaimanapun, adalah ‘tamu’ yang harus tunduk kepada tuan rumahnya. Indonesia bukanlah wilayah hampa sebelum datangnya Islam, melainkan wilayah yang sudah terdapat budaya yang mengakar kuat dalam benak masyarakatnya (terutama Jawa), oleh karenanya Islam harus melalui proses akulturasi dengan budaya lokal. Proses akulturasi ini pula menjadi faktor berbedanya corak Islam Indonesia.
Dalam ranah politik misalnya, meskipun dihuni oleh mayoritas pemeluk Islam, Indonesia tidak serta merta menjadi negara Islam atau negara yang menjadikan Islam sebagai dasar negara. Hal ini oleh Harry J. Benda disebut sebagai domestikasi Islam (penaklukan Islam oleh kekuatan-kekuatan lokal). (Effendy, 1998: 28)
Tetapi, pada masa kontemporer saat ini pencitraan Islam yang moderat dan toleran bagi muslim Indonesia mulai dipertanyakan seiring dengan semakin tumbuh dan berkembangnya gerakan-gerakan radikal Islam di kawasan ini. Misalnya, banyak berdirinya organisasi-organisasi Islam yang berjuang untuk tujuan pemurnian ajaran Islam (seperti FPI, MMI, HTI, dsb), dan bahkan organisasi-organisasi yang bercorak jihadis, seperti Laskar Jihad.